Jumat, 07 Juni 2013

Istilah Istilah Dalam Ilmu Hadits

a.        Pengertian Syadz
Kata Syadz secara bahasa adalah kata benda yang berbentuk isim fa’il yang berarti “sesuatu yang menyendiri”. Menurut mayoritas ulama, kata Syadz bermakna : “yang menyendiri”.
Adapun secara istilah, menurut Ibnu Hajar, hadits Syadz adalah “hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang terpercaya yang bertentangan dengan perawi yang lebih terpercaya”. Bisa karena perawi yang lebih terpercaya tersebut lebih kuat hafalannya, lebih banyak jumlahnya, atau karena sebab-sebab lain yang membuat riwayatnya lebih dimenangkan, seperti karena jumlah perawi dalam sanadnya lebih sedikit.
Di antara pendapat ulama tentang syaz adalah :
  1. Hadis yang diriwayatkan oleh orang yang siqah, tetapi riwayatnya bertentangan dengan periwayat yang dikemukakan oleh orang banyak periwayat yang sama-sama siqah. Pendapat ini dikemukakan oleh imam Syafi’i.
  2. Hadis yang diriwayatkan oleh orang yang siqah, tetapi orang-orang yang siqah lainnya tidak meriwayatkan hadis itu. Pendapat ini dikemukakan oleh al-Hakim al-Naisaburi.
  3. Hadis yang sanadnya hanya satu buah saja, baik periwayatnya bersifat siqah atau tidak. Pendapat ini dikemukakan Abu Ya’la al-Khalili.
Dari ketiga pendapat itu, maka pendapat Syafi’i lebih banyak di pakai oleh ulama ahli hadis sampai saat ini. Berdasarkan pendapat Syafi’i tersebut, maka dapat ditegaskan bahwa kemungkinan suatu sanad menggandung syaz bila sanad yang diteliti lebih dari satu buah. Hadis yang hanya memiliki satu buah sanad saja tidak dikenal adanya kemungkinan mengandung syad. Salah satu langkah penelitian yang sangat penting untuk meneliti kemungkinan adanya syad suatu sanad hadis ialah dengan membanding-bandingkan semua sanad yang ada untuk matan yang topik pembahasannya sama atau memiliki segi kesamaan.
b.        Pengertian Sanad
Kata sanad atau as-sanad menurut bahasa, dari sanada, yasnudu yang berati mutamad (sandaran/tempat bersandar, tempat berpegang, yang dipercaya atau yang sah). Dikatakan demikian karena, karena hadist itu bersandar kepadanya dan dipegangi atas kebenaranya.
Secara temionologis,difinisi sanad iyalah : ” silsilah orang-orang yang mehubungkan kepada matan hadis”.

Silsilah orang maksudnya, ialah susunan atau rangkaian orang-orang yang meyampaikan materi hadis tersebut, sejak yang disebut pertama sampai kepada Rasul SAW, yang perbuatan, perkataan, taqrir, dan lainya merupakan materi atau matan hadits. Dengan pegertian diatas maka sebutan sanad hanya berlaku pada serangkaian orang-orang bukan dilihat dari sudut pribadi secara perorangan.


Contoh :

Artinya:
“Dikhabarkan kepada kami oleh Malik yang menerimanya dari Nafi, yang menerimanya dari Abdullah ibnu Umar bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah sebagian dari antara kamu membeli barang yang sedang dibeli oleh sebagian yang lainnya. ” (Al-Hadis)

Dalam hadis tersebut dinamakan sanad adalah:

(Dikhabarkan kepada kami oleh Malik yang menerimanya dari nafi yang menerimanya dari Abdullah ibnu Umar bahwa Rasulullah SAW bersabda:…)

c.         Pengertian Matan

Matan dari segi bahasa artinya membelah, mengeluarkan, mengikat. Sedangkan menurut istilah ahli hadis, matan yaitu:

(perkataan yang disebut pada akhir sanad, yakni sabda Nabi SAW yang disebut sesudah habis disebutkan sanadnya) .

Yang dimaksud dengan matan Hadist ialah pembicaraan (kalam) atau materi berita yang di over oleh sanad yang terakhir. Baik pembicaraan itu sabda Rasulullah S.A.W. shahabat ataupun tabi`in. Baik isi pembicaraan itu tentang perbuatan Nabi, maupun perbuatan shahabat yang tidak disanggah oleh Nabi. Misalnya perkataan sahabat Anas bin Malik r.a.:
كنا نصلى مع ر سو ل ا اللة صلعم فى شد ة الحر فاءذا لم يستطىع ا حد نا ان يىمكن جبهته من                                                                   زالارض بسط ثو به فسجد عليه.
“Kami bersembahyang bersama-sama Rosulullah S.A.W. pada waktu udara sangat panas. Apabila salah seorang dari kami tak sanggup menekankan dahinya diatas tanah, maka ia bentangkan pakaiannya, lantas sujud diatasnya.”
Perkataan Sahabat yang menjelaskan perbuatan salahseorang sahabat yang tidak disanggah Nabi ( (كنا- فسجد علي disebut Matan hadis.[5]
Contoh matan hadis sebagai berikut:
عن ابى هر يرة رضى ا لله عنه قال قال ر سو ل ا لله صلعم : نعمتا ن مغبو ن فيهما كثير
 من النا س:ا اصحة و الفراع.(ا لبخا رى)
Yang bergarisbawah dalam hadist diatas adalah Matan. Jadi      matan bisa disebut dengan lafdul hadist atau isi dari suatu hadist.


d.        Pengertian Dhabit
Secara harfiah, dhabit mempunyai beberapa arti, diantaranya: yang kokoh, yang kuat, yang ketat, yang hafal dengan sempurna.
Pengertian tersebut diserap dalam pengertian istilah dengan dihubungkan dengan kapasitas intelektual. Ulama hadis memang berbeda pendapat dalam memberi pengertian istilah kata dhabit, namun perbedaan itu dengan memberi rumusan sebagai berikut:
Periwayat yang bersifat dhabit adalah periwayat yang hafal dengan sempurna hadis yang diterimanya, dan mampu menyampaikan dengan baik hadis yang dihafalnya itu kepada orang lain.
Periwayat yang bersifat dhabit adalah sifat selain yang telah disebutkan di atas, juga dia mampu memahami dengan baik hadis yang dihafalnya itu.
Rumusan tentang dhabit yang disebutkan pada butir kedua lebih sempurna dari pada rumusan yang pertama. Rumusan yang pertama merupakan kriteria sifat dhabit dalam arti yang lebih luas, sedang rumusan yang kedua merupakan sifat dhabit khusus bagi periwayat dhabit. Selain kedua hal di atas, dikenal juga istilah khafif al-dhabt, istilah yang disebutkan terakhir itu bersifatkan kepada periwayat yang kualitas hadisnya digolongkan kepada hasan.
Ketiga macam dhabit di atas oleh ulama hadis digolongkan pada dhabit sadr (arti harfiahnya: dabt pada dada). Selain dabt sadr, dikenal juga istilah dabt kitab, yakni sifat yang dimiliki oleh periwayat yang memahami dengan sangat baik tulisan hadis yang termuat dalam kitab yang ada padanya dan tulisan dalam kitab itu mengandung kesalahan.
Adapun pengertian dhabit menurut istilah, telah dikemukakan oleh ulama dalam berbagai format bahasa, antara lain sebagai berikut :
  1. Menurut Ibnu Hajar al-Asqalaniy dan al-Sahawiy yang disebut orang dhabit adalah orang yang kuat hafalannya tentang apa-apa yang didengarnya dan mampu menyampaikan hafalanya itu kapan saja dia menghendakinya.
  2. Dhabit adalah orang yang mendengarkan pembicaraan sebagaimana seharusnya, dia memahami pembicaraan itu secara benar, kemudian dia menghafalnya dengan sungguh-sungguh dan dia berhasil hafal dengan sempurna, sehingga dia mampu menyampaikan hafalannya itu kepada orang lain dengan baik.
  3. Dhabit ialah orang yang mendengarkan riwayat sebagaimana seharusnya, dia memahaminya dengan pemahaman yang mendetail kemudian dia menghafalnya dengan sempurna, dan dia meyakini kemampuan yang demikian itu, sedikitnya mulai dari saat mendengar riwayat itu sampai dia menyampaikan riwayat tersebut kepada orang lain.



e.         Pengertian Siqah

Tsiqah berasal dari kata kerja watsiqa yatsiqu yang berarti “mengikat, meneguhkan dan mempercayai (orang lain dalam memegang amanat).” Dari kata ini, lahir kata mitsaq yang bermakna “ikatan perjanjian yang sangat kokoh.” Seorang laki-laki (atau perempuan) tsiqat artinya “orang yang kokoh dan terpercaya dalam memegang amanat”.( ) Jadi tersimpan kesan hiperbolik dalam makna etimologis kata ini, yakni bukan hanya sekedar “terpercaya”, melainkan “sangat terpercaya”. Oleh karena itu, sebagian ahli hadits, misalnya Abdurahman bin Mahdi, menempatkan istilah ini di posisi puncak penilaian terhadap seorang perawi, meskipun mayoritas ahli hadis tidak mendukung pendapat ini. Ketika ditanya penilaiannya terhadap Abu Khaldah, “Tsiqat-kah ia?”, Ibn Mahdi menjawab, “Ia orang baik, jujur dan terpercaya. (Orang yang mencapai derajat) tsiqat hanya Sufyan dan Syu’bah.”

Secara istilah (terminologis), ahli hadis menggunakan kata ini untuk menunjukkan penilaian baik mereka terhadap orang yang memiliki reputasi kesalehan pribadi (‘adalah) dan sistem dokumentasi (dhabth) yang sempurna. Mereka tidak menerima orang yang hanya memiliki syarat pertama (‘adalah) jika tidak memiliki syarat kedua (dhabth), begitu juga sebaliknya. Kedua syarat ini harus terpenuhi hingga seorang perawi hadis berhak memperoleh predikat tsiqat dari ahli hadis.

Imam Malik berkata, “Aku menemukan di bawah tiang ini (ia menunjuk ke masjid Nabi saw) beberapa syeikh berusia 70-80 tahun, mereka berkata, “Rasulullah Saw bersabda…” namun aku tidak pernah mengambil hadis darinya. Andai salah satu dari mereka dititipkan harta, mereka sangat terpercaya. Namun mereka bukan tokoh ilmu ini (hadis).” Ali bin Al-Madini berkata tentang Hasan bin Abi Ja’far, “Aku meninggalkan hadisnya karena ia memukul ibunya.”



download ebook gratis : https://za.gl/G9YyV8

Tidak ada komentar:

Posting Komentar